
Jakarta – Indonesia menjadi salah satu negara yang terkena sasaran kebijakan tarif impor gres yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Indonesia terkena tarif sebesar 32%.
Pengenaan tarif impor ini dijalankan terhadap negara yang mencatat surplus jual beli tinggi dengan AS. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyodorkan sejumlah produk ekspor utama Indonesia di pasar AS, yakni elektronik, tekstil dan produk tekstil, ganjal kaki, palm oil, karet, furnitur, udang dan produk-produk perikanan laut. Airlangga menganggap kebijakan Trump tersebut sanggup mempunyai pengaruh signifikan pada daya saing ekspor Indonesia ke AS.
“Pengenaan tarif resiprokal AS ini pastinya akan menampilkan pengaruh signifikan terhadap daya saing ekspor Indonesia ke AS,” ujar Airlangga dalam keterangan pada akun Instagram @airlanggahartarto_official, Jumat (4/4/2025).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), AS menjadi salah satu negara penyumbang surplus jual beli paling besar Indonesia. Pada Februari 2025, Indonesia mencatat surplus dari AS sebesar US$ 1,57 miliar.
Adapun penyumbang surplus paling besar berasal dari mesin dan peralatan elektrik serta bagiannya (HS 85) dengan nilai US$ 291,1 juta. Kemudian disusul oleh busana dan aksesoris yang lain (rajutan) (HS 61) dengan nilai US$ 215 juta dan ganjal kaki (HS 64) dengan nilai US$ 207,7 juta.
Baca juga: Airlangga Bertemu Anwar Ibrahim Bahas Kebijakan Tarif Trump |
Airlangga menunjukan pemerintah sudah melakukan rapat kerjasama terbatas secara daring pada Kamis, (3/4). Dalam rapat tersebut, pemerintah Indonesia akan secepatnya mengkalkulasikan pengaruh pengenaan tarif AS terhadap sektor-sektor tersebut. Selain itu, pemerintah Indonesia juga akan mengambil tindakan strategis untuk memitigasi pengaruh negatif terhadap perekonomian nasional Indonesia.
Di segi lain, pemerintah juga akan melakukan perundingan dengan pemerintah AS. Tim lintas kementerian dan lembaga, perwakilan Indonesia di AS dan para pelaku kerja keras nasional, sudah berkoordinasi secara intensif untuk antisipasi menghadapi kebijakan President Trump ini.
“Untuk itu, kita juga sudah merencanakan aneka macam langkah untuk menjawab permasalahan yang diangkat oleh Pemerintah AS, khususnya yang disampaikan dalam laporan National Trade Estimate (NTE) 2025 yang diterbitkan US Trade Representative,” jelas Airlangga.
Dia pun menekankan, pemerintah berkomitmen mempertahankan stabilitas yield Surat Berharga Negara (SBN) di tengah gejolak pasar keuangan global paska pengumuman tarif resiprokal AS.
“Bersama Bank Indonesia, Pemerintah Indonesia juga terus mempertahankan stabilitas nilai tukar Rupiah dan menentukan likuiditas valas tetap tersadar mudah-mudahan tetap mendukung keperluan pelaku dunia kerja keras serta memelihara stabilitas ekonomi secara keseluruhan,” imbuh dia.