
Manggarai Barat – Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi, menyampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah mengijinkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai Barat untuk memungut pajak jasa fasilitas perhotelan serta pajak makan dan minum pada kapal rekreasi yang beroperasi di perairan Labuan Bajo. Hal ini tertuang dalam surat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang ditujukan terhadap Bupati Manggarai Barat pada 26 Maret 2025.
Adapun pajak yang dikenakan terhadap kapal rekreasi sebesar 10 persen, sama dengan pajak hotel dan kedai makanan di daratan. Pajak tersebut dijumlah dari harga jual paket rekreasi kapal yang meliputi ongkos makan, minum, serta jasa penginapan. Pajak 10 persen dipungut dari komponen makan, minum, dan penginapan dalam paket rekreasi tersebut.
“Doa kita semua, surat kita itu sudah dibalas per hari ini oleh Menteri Keuangan. Surat dibalas bahwa yang di-perda-kan dan di-pergub-kan oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat sehubungan dengan kapal yang merencanakan fasilitas baik itu makan minum maupun kamar dihalalkan untuk dikenakan pajak. Suratnya sudah ada, tertulis,” ungkap Edi Endi dalam rapat Paripurna DPRD Manggarai Barat, Kamis (27/3/2025) sore.
Baca juga: Dewan Singgung Ketimpangan Ekonomi dengan Pengangguran di Manggarai Barat |
Surat Kemenkeu tertanggal 26 Maret 2025 berisi klarifikasi perihal Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) selaku objek pajak kawasan bagi kapal wisata. Surat ini ialah balasan atas tuntutan penegasan dari Bupati Manggarai Barat lewat surat nomor 970/BAPENDA/216/III/2025 tertanggal 15 Maret 2025. Surat tersebut ditandatangani oleh Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Lydia Kurniawati Christyana, atas nama Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu.
Edi Endi menerangkan pungutan pajak ini sudah menyanggupi prinsip adanya objek dan subjek pajak sesuai dengan aturan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas makanan dan/atau minuman serta PBJT atas jasa perhotelan. Aturan ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 wacana Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) serta Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 wacana Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PP KUPDRD).
“Prinsip pengenaan pajak ada objek, ada subjek,” tegas Edi Endi.
Subjek pajak dalam aturan ini yakni pelancong yang menggunakan layanan kapal wisata, sementara objek pajaknya yakni kapal rekreasi yang menawarkan jasa perhotelan serta makanan dan minuman bagi wisatawan.
Baca juga: Cuan Pariwisata Labuan Bajo: BTNK Rp 53 Miliar, Pemerintah Daerah Hanya Rp 2 Miliar |
Upaya Pemerintah Daerah dalam Mengesahkan Pajak Kapal Wisata
Sebelum mendapat kepastian hukum, Edi Endi juga sudah meminta penegasan pribadi dari Kemenkeu dalam audiensi bareng Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, dan para bupati/wali kota se-NTT di Jakarta pada pekan lalu.
“Sehubungan dengan pengenaan pajak, apa prinsipnya, subjek dan objeknya ada. Itu klarifikasi Dirjen di saat kami melakukan kunjungan kerja yang dipimpin oleh Gubernur,” ujar Edi Endi.
Pemungutan pajak jasa fasilitas perhotelan dan pajak makan minum pada kapal rekreasi di perairan Labuan Bajo sendiri sudah dipraktekkan sejak April 2024. Dasar aturan yang digunakan yakni Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Manggarai Barat Nomor 6 Tahun 2023 wacana Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Peraturan Bupati (Perbup) Manggarai Barat Nomor 5 Tahun 2024 wacana Tata Cara Pemungutan Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Penyediaan Makanan dan/atau Minuman serta Jasa Perhotelan di Atas Air di Kabupaten Manggarai Barat.
Baca juga: Polisi Beberkan Kronologi Warga Labuan Bajo Bakar Motor Saat Ditilang |
Penolakan dari Pelaku Usaha Kapal Wisata
Dalam perjalanannya, kebijakan pajak ini mendapat penolakan dari masyarakat, utamanya pelaku kerja keras kapal wisata. Protes sudah bermunculan sejak rencana pungutan pajak ini diumumkan ke publik.
Adanya polemik ini mendorong Bupati Manggarai Barat untuk meminta penegasan dari Kemenkeu perihal status kapal rekreasi selaku objek pajak daerah. Permintaan ini disampaikan baik secara verbal maupun tertulis hingga alhasil Kemenkeu mengeluarkan balasan resmi yang mengesahkan pemungutan pajak tersebut.