
Jakarta – Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) merekomendasikan untuk revisi terkait peraturan perundang-undangan pengelolaan dana haji. Sebagai pengurus dana haji, BPKH berkomitmen mempertahankan amanah umat dengan prinsip keamanan, transparansi, akuntabel dan patuh kepada syariah.
Meski demikian, menurut Undang-Undang No. 34/2014, BPKH beroperasi tanpa modal awal, saham, ekuitas, atau cadangan kerugian dari keuntungan bersih, berlawanan dengan hukum pada perseroan terbatas yang wajib menyisakan 20% keuntungan untuk cadangan.
Baca juga: BPKH Transfer Rp 14 Triliun ke Kemenag untuk Persiapan Haji 2025 di Mina |
Berkaitan dengan itu, Anggota Badan Pelaksana Bidang Investasi Surat Berharga dan Emas BPKH Indra Gunawan mengungkapkan bahwa revisi dikehendaki dengan kesempatan BPKH sanggup mengalokasikan dana cadangan. Ia memberi rujukan dari Dana Abadi Umat (DAU) yang sekarang memiliki dana kelolaan meraih Rp 3,86 triliun sebagaimana dijelaskan dalam dari rilis yang diterima detikHikmah pada Selasa (11/3/2025).
Sebagai bentuk keadilan bagi 5,5 juta kandidat jemaah yang masih dalam antrean, BPKH juga mengusung inovasi rekening virtual. Sejak 2018, total penyaluran dana bagi jemaah yang masih menanti mulai Rp800 miliar di 2018, sekarang sudah terakumulasi sampai Rp18,3 triliun pada 2025.
“Saldo setoran permulaan jemaah yang semula Rp25 juta sekarang berkembang menjadi sekitar Rp28 juta, pertanda bahwa BPKH terus berusaha mendatangkan faedah bagi seluruh kandidat haji, baik yang sudah berangkat maupun yang masih menunggu,” ujar Indra Gunawan.
Dengan tingkat pengembalian investasi dari 5,45% pada tahun 2018 menjadi 6,9% pada selesai 2024 lalu, BPKH sudah menampilkan pertolongan signifikan kepada jemaah berangkat dan jemaah haji tunggu.
Adapun, Dana Abadi Umat (DAU) senilai Rp 3,86 triliun yang sanggup dijadikan modal/ekuitas/saham yang dikontrol BPKH dan hasil pengelolaannya digunakan untuk aktivitas kemaslahatan, menyerupai derma bencana, pendidikan, kesehatan, dan pengentasan kemiskinan.
“Hal ini menjadi menjadi bukti positif bahwa pengelolaan keuangan syariah sanggup menampilkan faedah luas bagi umat dan negara,” tambahnya.
Dalam menghadapi peningkatan ongkos haji jawaban inflasi dan fluktuasi kurs, BPKH juga berusaha mengendorkan beban jemaah. Pada 2022, BPKH menanggung 59% Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), setara dengan Rp57,7 juta per jemaah.
Kemudian pada 2024, pertolongan BPKH meraih 40% (Rp37,3 juta) dari total BPIH sebesar Rp93,4 juta, dan pada 2025, BPKH masih menanggung 38% (Rp33,8 juta) dari total BPIH Rp89,4 juta.
Secara terpisah, Kepala Badan Pelaksana BPKH Fadlul Imansyah menyampaikan biar sanggup terus mempertahankan keberlanjutan faedah bagi umat. Menurutnya, sokongan kepada revisi Undang-Undang Keuangan Haji sungguh krusial.
“Dengan penguatan regulasi, BPKH sanggup menentukan pengelolaan dana haji yang lebih aman, adil, dan berkesinambungan bagi seluruh umat Islam di Indonesia,” tandasnya.