
Jakarta – Jaksa mendatangkan auditor pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Suaedi, dalam sidang permasalahan prasangka korupsi pengelolaan timah. Suaedi mengungkap keadaan keuangan PT Timah pada 2019.
Duduk selaku terdakwa dalam sidang ini merupakan pebisnis money changer Helena Lim, Direktur Utama PT Timah Tbk 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Direktur Keuangan PT Timah Tbk 2016-2020 Emil Ermindra, dan Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa MB Gunawan.
“Dari laporan KAP (kantor akuntan publik) yang kami peroleh, kami juga mendapat fakta yang cukup, saya nggak bilang mengejutkan, namun cukup menarik,” kata Suaedi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (13/11/2024).
Baca juga: Hakim Minta Eks Gubernur Babel Erzaldi Dijadikan Saksi Sidang Kasus Timah |
Suaedi menyampaikan laporan KAP itu diperoleh dari PriceWaterhouseCoopers (PWC) di website resmi PT Timah. Laporan itu membuktikan kerugian, arus kas operasi negatif, hingga utang PT Timah.
“Ada pembukuan keuangan 2019, Yang Mulia, jadi sehabis auditor itu menyatakan atau berasumsi bahwa laporan itu disuguhkan secara masuk akal atau WTP (wajar tanpa pengecualian). Tetapi auditor KAP menyediakan pengutamaan pada sebuah hal, izin membacakan Yang Mulia, ‘Kami menyediakan perhatian pada catatan 41 atas pembukuan keuangan konsolidasian ini yang mengindikasikan bahwa grup mengalami rugi higienis sebesar Rp 611 miliar dan arus kas operasi negatif sebesar Rp 2.080 miliar untuk tahun yang selsai pada 31 Desember 2019 dan pada 31 Desember 2019 grup memiliki pinjaman sejumlah Rp 9.459 miliar’. Makara kalau kita hitung Rp 9 triliun yang mau jatuh tempo dalam waktu 12 bulan ke depan,” kata Suaedi.
Dia menyampaikan kelancaran PT Timah bergantung pada proteksi kreditur. Dia menyampaikan laporan KAP itu mengindikasikan keraguan kesanggupan PT Timah menjaga usahanya.
“Grup bergantung pada proteksi dari kreditur yang ada dan perpanjangan beberapa akomodasi kredit yang ada dan kreditur gres untuk penerimaan akomodasi pinjaman baru. Hal ini sejalan dengan hal yang lain sebagaimana diterangkan dalam catatan 41, mengindikasikan, ini poin pentingnya, Yang Mulia. Mengindikasikan adanya ketidakpastian material yang sanggup menyebabkan keraguan signifikan atas kesanggupan grup untuk menjaga kelancaran usahanya. Jadi, poin itu yang dapat kami sampaikan,” ujar Suaedi.
Berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara respon pengelolaan timah dalam permasalahan ini meraih Rp 300 triliun. perkiraan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di permasalahan timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
“Bahwa respon perbuatan Terdakwa Suranto Wibowo bantu-membantu Amir Syahbana, Rusbani alias Bani, Bambang Gatot Ariyono, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Emil Ermindra, Alwin Albar, Tamron alias Aon, Achmad Albani, Hasan Tjhie, Kwan Yung alias Buyung, Suwito Gunawan alias Awi, m.b. Gunawan, Robert Indarto, Hendry Lie, Fandy lingga, Rosalina, Suparta, Reza Andriansyah dan Harvey Moeis sebagaimana diuraikan tersebut di atas sudah menyebabkan kerugian Keuangan negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14,” ungkap jaksa di saat membacakan dakwaan Harvey di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (24/8).
Kerugian negara yang dibeberkan jaksa termasuk kerugian negara atas kolaborasi penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah. Lalu, jaksa juga membeberkan kerugian negara yang menyebabkan kerusakan lingkungan nilainya meraih Rp 271 triliun menurut hitungan jago lingkungan hidup.